makalah penetapan harga

KATA PENGANTAR
Dalam menetapkan harga di perlukan  suatu pendekatan yang sistematis, yang mana melibatkan penetetapan tujuan dan mengembangkan suatu struktur penetapan harga yang tepat.
Harga adalah suatu nilai yang harus di keluarkan oleh pembeli untuk mendapatkan barang atau jasa yang memiliki nilai guna beserta pelayanannya harga bersifat fleksibel, dimana bisa disesuaikan. sebelum penenetapan harga perushaan harus mengetahui tujuan dari penetapan harga itu sendiri apabila tujuannya sudah jelas maka penetapan harga dapat dilakukan dengan mudah.
Makalah ini disusun berdasarkan hasil rangkuman dari berbagai sumber referensi yang membahas tentang “Penetapan Harga”. Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai tugas akademis yang diberikan dosen pada mata kuliah Teori Penetapan Harga untuk membantu mahasiswa pada umumnya dan kami sendiri dalam belajar.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis ini yaitu:
1.      Tuhan YME yang memberikan kesehatan serta kesempatan untuk membuat karya tulis ini, serta;
2.      Teman-teman lain yang telah memberi motivasi bagi penulisan karya tulis ini.
Makalah ini diharapkan dapat memberikan masukan informasi serta wacana yang bermanfaat bagi masyarakat pada umumnya dan kami sendiri sebagai mahasiswa pada khususnya.





Pontianak, 22 Januari 2016



                                           Penulis



KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1

A. Latar Belakang Masalah
1

B. Rumusan Masalah
2

C. Tujuan Penulisan

2

D. Manfaat Penulisan
2
BAB II PEMBAHASAN
3

A.       Pengertian Harga dan Penetapan Harga
3

B.       Konsep dan Peranan Harga
4

C.       Macam-Macam Penetapan Harga
5

D.       Tujuan Penetapan Harga
6

E.        Metode Penetapan Harga
8

F.        Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penetapan Harga
8

G.       Strategi Penetapan Harga
10

H.       Sasaran Penetapan Harga
11

I.          Penetapan harga dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999
11
BAB III PENUTUP
17

A.  Kesimpulan
17

B.  Saran
17

Daftar Pustaka
18
DAFTAR ISI





BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perjanjian penetapan harga merupakan salah satu bentuk “Perjanjian yang Dilarang” (Bab III) dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.[1] Jenis perjanjian ini sering terjadi dalam praktek kegiatan usaha, yang ditentukan oleh pelaku usaha di bidang tertentu, dengan maksud mencari keuntungan secara mudah, sehingga mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat.
Pada Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 melarang pelaku usaha untuk mengadakan perjanjian dengan pesaingnya untuk menetapkan harga aras suatu barang dan/atau jasa yang hars dibayar konsumen atau pelanggannya. Dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dinyatakan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan/arau jasa yang hams dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. Berdasarkan kerentuan Pasal 5 ayat (1) ini, pelaku usaha dilarang mengadakan perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya guna menetapkan suatu harga tertentu atas suatu barang dan/atau jasa yang akan diperdagangkan pada pasar yang bersangkutan, sebab perjanjian seperti itu akan meniadakan persaingan usaha
Sebagai bagian dari upaya tersebut, KPPU melakukan penyusunan pedoman pelaksanaan pasal 5 (lima) yang mengatur tentang perilaku yang dilarang berupa penetapan harga oleh pelaku usaha yang saling bersaing (price fixing).  Sebagaimana diketahui, penetapan harga adalah sebuah perilaku yang sangat terlarang dalam perkembangan pengaturan persaingan. Hal ini disebabkan penetapan harga selalu menghasilkan harga yang senantiasa berada jauh di atas harga yang bisa dicapai melalaui persaingan usaha yang sehat. Harga tinggi ini tentu saja menyebabkan terjadinya kerugian bagi pesaing usaha lainya masyarakat baik langsung maupun tidak langsung.

B.     Rumusan masalah
Sesuai dengan topik pembahasan di atas, penulis merumuskan beberapa hal yang akan dikaji dalam tulisan ini, yaitu antara lain sebagai berikut :
1.      Pengertian Harga dan Penetapan Harga/
2.      Bagaimanakah Konsep dan Peranan Harga?
3.      Apa sajakah Macam-Macam Penetapan Harga?
4.      Bagaimanakah Tujuan Penetapan Harga?
5.      Bagaimanakah Metode Penetapan Harga?
6.      Bagaimanakah Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penetapan Harga?
7.      Apa sajakah Strategi Penetapan Harga?
8.      Apa sajakah Sasaran Penetapan Harga?
9.      Apa sajakah Penetapan harga dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999

C.     Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan yang ada maka penulis memiliki juga tujuan yang akan dikaji dalam tulisan ini, tujuannya sebagai berikut:
1.      Pengertian Harga dan Penetapan Harga
2.      Untuk mengetahui Konsep dan Peranan Harga
3.      Untuk mengetahui Macam-Macam Penetapan Harga
4.      Untuk mengetahui Tujuan Penetapan Harga
5.      Untuk mengetahui Metode Penetapan Harga
6.      Untuk mengetahui Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penetapan Harga
7.      Untuk mengetahui Strategi Penetapan Harga
8.      Untuk mengetahui Sasaran Penetapan Harga
9.      Untuk mengetahui Penetapan harga dilarang oleh UU No. 5 Tahun 1999

D.    Manfaat Penulisan
Mahasiswa dapat menerangkan dan menjelaskan bagaimana konsep dan peranan harga, tujuan penetapan harga, factor-faktor apa saja yang perlu dipertimbangkan
dalam menetapkan harga, metode yang dipakai dala penetapan harga, penyesuaian terhadap harga beserta strateginya, baik strategi penetapan harga produk baru, strategi penetapan harga produk yang sudah mapan, strategi fleksibilitas harga, strategi penetapan harga lini produk ataupun strategi leasing.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Harga dan Penetapan Harga
Harga
Harga merupakan komponen penting atas suatu produk, karena akan berpengaruh terhadap keuntungan produsen. Harga juga menjadi pertimbangan konsumen untuk membeli, sehingga perlu pertimbangan khusus untuk menentukan harga tersebut.
Pengertian Harga
Pengertian harga sangat beragam menurut para ahli. Menurut Tjiptono (2002), Harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainnya (termasuk barang dan jasa lainnya) yang, ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang atau jasa. Harga merupakan komponen yang berpengaruh langsung terhadap laba perusahaan.
Kemudian menurut Harini (2008: 55) “Harga adalah uang (ditambah beberapa produk kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.”
Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa harga adalah satuan moneter yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan dan mendapatkan sejumlah kombinasi dari produk dan pelayanannya.
Penetapan harga (Price Fixing) antarpelaku usaha dilarang oleh Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Yang Tidak Sehat.[2] Penetapan harga secara bersama-sama di kalangan pelaku usaha ini akan menyebabkan tidak berlakunya hukum pasar tentang harga yang terbentuk dari adanya penawaran dan permintaan.
Pengaturan yang ditujukan pada penetapan harga yang cukup tinggi untuk memungkinkan perusahaan dapat menutup semua biayanya tapi cukup rendah untuk mencapai penjualan yang besar untuk memetik keuntungan dalam skala besar merupakan ciri monopoli alamiah.[3]
Penetapan harga dapat terjadi secara vertikal dan horizontal, dimana dianggap sebagai hambatan perdagangan (restraint of trade) karena membawa akibat buruk terhadap persaingan harga (price competition). Jika penetapan harga dilakukan, kebebasan menentukan harga secara independent menjadi berkurang.[4]
Penetapan harga secara horizontal adalah penetapan harga yang terjadi apabila lebih dari satu perusahaan yang berada pada tahap produksi yang sama, dengan demikian sebenarnya saling merupakan pesaing, menentukan harga jual produk mereka pada tingkat yang sama.
Penetapan harga secara vertikal adalah penetapan harga yang terjadi apabila suatu perusahaan pada tahap produksi tertentu, menetukan harga produk yang harus dijual oleh perusahaan lain yang berada dalam tahap produksi yang rendah. Dicontohkan, apabila sebuah perusahaan distributor menentukan harga barang yang harus dijual kepada konsumen oleh pengecer.

B.     Konsep dan Peranan Harga
“Pada tingkat harga, bila manfaat yang dirasakan konsumen meningkat, maka nilainya akan meningkat pula, Demikian pula pada tingkat harga tertentu, nilai suatu barang atau jasa akan meningkat seiring dengan meningkatnya manfaat yang dirasakan”
Peranan Harga
Ada dua Peranan Utama Dalam Proses Pengambilan
1.      Peranan Alokasi Dari Harga :
a.       Fungsi harga dalam membatu para pembeli untuk memutuskan cara memperoleh manfaat atau utilitas tertinggi yg diharapkan berdasarkan daya beli
b.      Dapat membantu pembeli untuk memutuskan cara mengalokasikan daya belinya pada berbagai jenis barang dan jasa
c.       Dapat membandingkan harga dari berbagai alternatif yang tersedia
d.      Memutuskan alokasi dana yang dikehendaki
2.      Peranan Informasi dari Harga :
a.       Fungsi harga dalam mendidik konsumen mengenai faktor-faktor produk, seperti kualitas
b.      Membantu pembeli dalam situasi dimana pembeli mengalami kesulitan untuk menilai faktor Produk/ manfaat secara abjektif

C.     Macam-Macam Penetapan Harga
1.      Penetapan Harga Berdasarkan Biaya
Ada 3 cara yaitu:[5]
a.       Penetapan Harga Biaya-Plus (Cost-Plus Pricing Method)
Dalam metode ini, harga jual per unit ditentukan dengan menghitung jumlah seluruh biaya per unit ditambah jumlah tertentu untuk menutup laba yang dikehendaki pada unit tersebut.
b.      Penetapan Harga Mark-Up (Mark-Up Pricing Method)
Banyak digunakan oleh penjual yang menetapkan harga jualnya dengan metode ini, karena sederhana atau terkesan jujur terhadap saingan konsumen. Penetapan harga mark-up ini hampir sama dengan penetapan harga biaya-plus, hanya saja para pedagang atau perusahaan yang membeli barang-barang dagangan akan menetukan harga jualnya setelah menambah harga beli dengan sejumlah mark-up.
Formulanya: Harga Beli + Mark-Up = Harga Jual
c.       Penetapan Harga Break-Even (Break-Even Pricing)
Sebuah metode penetapan harga yang didasarkan pada permintaan pasar dan masih mempertimbangkan biaya. Metode penetapan harga break-even ini dapat ditetapkan dengan menggunakan beberapa anggapan tertentu, yaitu:
a)      Seluruh biaya dapat di golongkan ke dalam biaya variabel dan biaya tetap.
b)      Seluruh barang yang diproduksi akan terjual.
c)      Biaya variabel per unitnya tetap.
Dengan demikian kita harus mengetahui beberapa konsep biaya (seperti: biaya variabel, biaya tetap, biaya total) dan penghasilan total. Setelah diketahui beberapa konsep biaya dan penghasilan, maka kita sekarang dapat mencari titik pertemuan antara biaya total dan penghasilan total yang biasa disebut dengan titik break-even.
2.      Penetapan Harga Berdasarkan Persepsi Pembeli
Pada metode ini perusahaan harus dapat meyakinkan pembeli mengenai berbagai tawaran yang bersaing. Perusahaan harus hati-hati dalam menetapkan harga, dimana perusahaan dapat meminta pendapat pembeli mengenai berapa mereka bersedia membayar untuk produk yang sama di lingkungan yang berbeda. Dengan demikian penjual dapat menetapkan harga hingga mencapai tingkat nilai persepsi pembeli dan perusahaan juga tidak rugi.
3.      Penetapan Harga Berdasarkan Persaingan
Ada 2 cara yang dapat digunakan dalam penetapan harga berdasarkan persaingan, yaitu :
a.       Penetapan harga menurut harga yang berlaku
Dalam penetapan harga ini, perusahaan menetapkan harga produknya terutama berdasarkan pada harga produk pesaing, dan kurang memperhatikan biaya atau permintaannya sendiri. Perusahaan dapat menetapkan harga yang sama, lebih tinggi atau lebih rendah dari pesaingnya. Perusahaan beranggapan bahwa harga yang sedang berlaku menggambarkan kebijakan kolektif dalam industri ini menyangkut harga yang akan menghasilkan laba yang cukup baik. Selain itu penetapan harga berdasarkan harga yang berlaku akan menghindari perang harga.
b.      Penetapan harga dengan penawaran tertutup
Dengan menggunakan penetapan harga dengan penawaran tertutup (atau penetapan harga tender), perusahaan menetapkan harga produknya atas dasar bagaimana mereka memprakirakan pesaing akan menetapkan produknya dan bukan atas biaya atau permintaan terhadap produk mereka sendiri.
              
D.    Tujuan Penetapan Harga
Menurut Machfoedz (2005: 139) “Tujuan penetapan harga meliputi (1). Orientasi laba: mencapai target baru, dan meningkatkan laba; (2) Orientasi penjualan: meningkatkan volume penjualan, dan mempertahankan atau mengembangkan pangsa pasar.”
1.      Tujuan Berorientasi pada Laba
a.       Dalam era persaingan global, kondisi yang dihadapi semakin kompleks dan semakin banyak variabel yang berpengaruh terhadap daya saing setiap perusahaan, sehingga tidak mungkin suatu perusahaan dapat mengetahui secara pasti tingkat harga yang dapat menghasilkan laba maksimum.
b.      Oleh karena itu ada pula perusahaan yang menggunakan pendekatan target laba, yakni tingkat laba yang sesuai atau pantas sebagai sasaran laba.
c.       Ada dua jenis target laba yang biasa digunakan, yaitu target marjin dan target ROI (Return On Investment)

2.      Tujuan Berorientasi pada Volume
a.       Selain tujuan berorientasi pada laba, ada pula perusahaan yang menetapkan harganya berdasarkan tujuan yang berorientasi pada volume tertentu atau yang biasa dikenal dengan istilah volume pricing objective.
b.      Harga ditetapkan sedemikian rupa agar dapat mencapai target volume penjualan atau pangsa pasar.
c.       Tujuan ini banyak diterapkan oleh perusahaan-perusahaan penerbangan.

3.      Tujuan Berorientasi pada Citra
a.       Citra (image) suatu perusahaan dapat dibentuk melalui strategi penetapan harga.
b.      Perusahaan dapat menetapkan harga tinggi untuk membentuk atau mempertahankan citra prestisius.
c.       Sementara itu harga rendah dapat digunakan untuk membentuk citra nilai tertentu (image of value), misalnya dengan memberikan jaminan bahwa harganya merupakan harga yang terendah di suatu wilayah tertentu.
d.      Pada hakekatnya baik penetapan harga tinggi maupun rendah bertujuan untuk meningkatkan persepsi konsumen terhadap keseluruhan bauran produk yang ditawarkan perusahaan.

4.      Tujuan Stabilisasi Harga
a.       Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus menurunkan pula harga mereka.
b.      Kondisi seperti ini yang mendasari terbentuknya tujuan stabilisasi harga dalam industri-industri tertentu (misalnya minyak bumi).
c.       Tujuan stabilisasi dilakukan dengan jalan menetapkan harga untuk mempertahankan hubungan yang stabil antara harga suatu perusahaan dan harga pemimpin industri (industry leader).

5.      Tujuan-tujuan lainnya
a.       Harga dapat pula ditetapkan dengan tujuan mencegah masuknya pesaing, mempertahankan loyalitas pelanggan, mendukung penjualan ulang, atau menghindari campur tangan pemerintah.

E.     Metode Penetapan Harga
Ada beberapa metode yang dapat digunakan sebagai rancangan dan variasi, dalam penetapan harga menurut Marras (1999: 181-185), harga dapat ditentukan atau dihitung :[6]
a.       Harga didasarkan pada biaya total ditambah laba yang diinginkan (cost plus pricing method).
b.      Harga yang berdasarkan pada keseimbangan antara permintaan dan suplai.
c.       Penetapan harga pasar yang ditetapkan atas dasar kekuatan pasar.
d.      Harga yang berdasarkan keseimbangan antara suplai dan permintaan.
e.       Penetapan harga atas dasar kekuatan pasar.

F.      Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penetapan Harga
a)      Faktor Internal
1.      Tujuan Pemasaran Perusahaan ;
(makimalisasi laba;   mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan; meraih pangsa pasar yang besar; menciptakan kepeminpinan dlm hal kualitas; mengatasi persaingan; melaksanakan tanggung jawab sosial ; dll.)
2.      Strategi Buran Pemasaran ;                                        
(harga perlu dikoordinasikan dan saling menduung dengan bauran pemasaran  lainya yaitu pruduk, ditribusi dan promosi )
3.      Biaya ;                                                                                
(merupakan faktor ygpaling menetukan harga minimalyang harus ditetapkan agar perusahaan tdk mengalami kerugian, dalam hal ini biaya tetap dan variabel)
4.      Organisasi ;
a.       Manajemen perlu memutuskan siapa di dalam organisasi yang harus menetapkan  harga.
b.      Setiap perusahaan menangani masalahpenetapan harga menurut caranya masing-masing.
c.       Pada perusahaan kecil, umumnya harga ditetapkan oleh manajemen puncak.
d.      Pada perusahaan besar, seringkali masalah penetapan harga ditangani oleh devisi atau manajer suatu lini produk.
e.       Dalam pasar Industri, para wiraniaga diperkenankan untuk bernegoisasi  dengan pelanggannya guna menetapkan rentang (range) harga tertentu.
f.       Dalam indutri  penetapan harga merupakan  faktor kunci (misalnya perusahaan minyak, penerbangan luar angkasa)  biasanya setiap perusahaan memiliki departemen penetapan harga tersendiri yang bertanggung jawab kepada dept. Pemasaran atau manajemen puncak.
g.      Pihak-pihak lain  yang mempunyai pengaruh terhadap penetapan harga  adalah manajer penjualan, manajer produksi, manajer keuangan dan akuntan

b)      Faktor Ekternal
1.      Sifat Pasar dan Permintaan; setiap perusahaan perlu memahami sifat dan permintaan yang dihadapinya, apakah termasuk pasar persingan sempurna, persaingan monopolistik, oligopoli, atau monopoli.  Faktor lain yang tdk kalah pentingnya adalah elastisitas permintaan.
2.      Persaingan;( Porter )
Ada lima kekuatan pokok yang berpengaruh dalam persaingan suatu industri :
a.       Persaingan dalam industri yang bersangkutan
b.      Pruduk Substitusi
c.       Pemasok
d.      Pelanggan dan
e.       Ancaman-ancaman baru
Informasi yg dibutuhkan untuk menganalisis karakteritik persaingan yg dihadapi :
a.       Jumlah Perusahaan dalam Industri
b.      Ukuran relatif setiap anggota dalam Industri
c.       Deferensiasi Produk
d.      Kemudahan untuk memasuki industri yg bersangkutan





G.    Strategi Penetapan Harga
Secara garis besar strategi penetapan harga dapat dikelompokan menjadi8 kelompok, yaitu:[7]
1.      Strategi penetapan harga produk baru
2.      Strategi penetapan harga produk yang sudah mapan.
3.      Strategi fleksibilitas harga
4.      Strategi penetapan harga lini produk
5.      Strategi leasing

1.      Strategi Penetapan Harga Produk Baru
a.       Harga yang ditetapkan atas suatu produk baru harus dapat memberikan pengaruh yang baik bagi pertumbuhan pasar.
b.      Selain itu juga sedapat mungkin mencegah timbulnya persaingan sengit .
c.       Pada hakikatnya ada dua strategi pokok dalam menetapkan harga produk baru, yaitu skimming pricing dan penetration pricing.
2.      Strategi Penetapan Harga Produk Yang Sudah Mapan
factor yang menyebabkan suatu perusahaan harus selalu meninjau kembali strategi penetapan harga produk-produknya yang sudah ada di pasar
a.       Adanya perubahan dalam lingkungan pemasaran, misalnya ada pesaing besar yang menurunkan harganya.
b.      Adanya pergeseran permintaan, misalnya terjadi perubahan selera konsumen.

3.      Strategi Fleksibilitas Harga
Strategi fleksibilitas harga terdiri atas dua macam strategi, yaitu
a.       Strategi Satu Harga (Harga Tunggal)
b.      Strategi Penetapan Harga Fleksibel.

4.      Strategi Penetapan Harga Lini Produk
a.       a.Strategi ini dilakukan dengan jalan menetapkan harga suatu lini produk berdasarkan hubungan dan dampak setiap produk terhadap lininya, apakah kompetitif atau komplementer.
b.      Tujuannya adalah untuk memaksimalkan laba dari keseluruhan lini produk.

5.      Strategi Leasing
a.       Leasing merupakan suatu kontrak persetujuan antara pemilik aktiva (lessor) dan pihak kedua yang memanfaatkan aktiva tersebut (lessee) untuk jangka waktu tertentu dengan tingkat return tertentu.
b.      Dewasa ini objek leasing meliputi :
1.      Apartemen,
2.      Kantor,rumah,
3.      Mobil,
4.      Kompueter,
5.      Mesin Fotokopi,
6.      Bahkan Bangunan Pabrik.
c.       Kontrak leasing umumnya memberikan hak kepada lessee untuk memperbaharui kontrak sewa untuk periode mendatang atu bahkan memberikan hak untuk membeli aktiva tersebut.
d.      Pihak lessee mendapatkan manfaat,yaitu dapat menggunakan suatu aktiva tanpa harus membeli sendiri.
e.       Sedangkan pihak lessor mendapatkan uang sewa secara periodic. Kadangkala lessor juga mensyaratkan pembayaran biaya pemeliharaan,pajak,dan asuransi.

H.    Sasaran Penetapan Harga
1.      Berorientasi pada Laba
a.       Untuk mencapai target laba investasi laba penjualan bersih
b.      Untuk memaksimalkan laba
2.      Berorientasi Pada Penjualan;
a.       Untuk meningkatkan Penjualan
b.      Untuk mempertahankan atau meningkatkan bagian pasar dan  penjualan
3.      Berorientasi Pada Status Quo, yaitu ;
a.       Untuk menstabilkan laba
b.      Untuk menangkal Persaingan

I.       Penetapan Harga Dilarang Oleh Uu No. 5 Tahun 1999
1.      perjanjian penetapan harga (Price Fixing Agreement) diatur dalam pasal 5.
2.      dikriminasi harga (Price Discrimination) diatur dalam pasal 6.
3.      perjanjian jual rugi (Predatory Pricing) diatur dalam pasal 7.
4.      pengaturan harga jual kembali (Resale Price Maintenance) diatur dalam pasal 8.[8]
Berikut penjelasan keempat jenis perjanjian harga tersebut:
1.    Perjanjian penetapan harga (Price Fixing Agreement)
Penetapan harga ini dapat dilakukan sesame pelaku usaha yang menghasilkan produk barang dan/atau jasa yang sama dengan menetapkan harga yang harus dibayar oleh konsumen.[9]
     Jika dilihat dari sifat larangannya, pendekatan yang diterapkan dalam penetapan harga adalah “per se”. Dengan demikian hal ini mengandung arti bahwa perjanjian disebut dilarang secara mutlak tanpa memerlukan pembuktian perbuatan tersebut menimbulkan dampak negatif terhadap konsumen dan persaingan usaha. Selain itu, dalam hal ini, tinggi atau rendahnya harga juga merupakan hal yang tidak relevan. Dengan demikian, walaupun efek negatif dari perjanjian penetapan harga terhadap persaingan usaha itu kecil, namun hal ini tetap dilarang.[4]
Namun demikian, sesuai Pasal 5 ayat (2) UU No. 5/1999 terdapat pengecualian terhadap larangan perjanjian penetapan harga ini. Pengecualian tersebut terhadap penetapan harga yang didasarkan atas suatu perjanjian yang dibuat dalam suatu usaha patungan (Joint Venture) dan penetapan harga yang didasarkan atas undang-undang yang berlaku.
2.    Diskriminasi harga (Price Discrimination)
Dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 6, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang yang dan jasa sama.
Dalam teori ilmu hukum persaingan dikenal beberapa Macam-macam diskriminasi harga, diantaranya:[10]
a.       Diskriminasi harga primer
Pengertian diskriminasi harga primer (primary line) adalah suatu diskriminasi harga yang dilakukan oleh seorang pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya kerugian bagi pelaku usaha pesaingnya.[11]
b.      Diskriminasi harga sekunder (secondary line)
Diskriminasi harga yang dilakukan oleh seorang pelaku usaha yang dapat mempunyai akibat negative terhadap para konsumen dari pelaku usaha pesaingnya.
c.       Diskriminasi harga umum
Diskriminasi harga umum yaitu suatu diskriminasi harga yang dilakukan oleh seorang pelaku usaha tanpa melihat letak geografisnya.
d.      Diskriminasi harga geografis
Pengertiannya yaitu suatu diskriminasi harga dimana harga dibeda-bedakan menurut letak geografisnya.
e.       Diskriminasi harga tingkat pertama (First Degree Price Discrimination)
Diskriminasi ini sering juga disebut dengan diskriminasi harga sempurna (Perfect Price Discrimination) dalam hal ini perbedaan harga dari satu pembeli dengan pembeli lainnya sangat jauh. Pihak pembeli yang membayar harga lebih mahal oleh penjual diberikan harga yang paling mahal yang bisa diberikan kepadanya.
f.       Diskriminasi harga tingkat kedua (Scondary Price Discrimination)
Diskriminasi ini sering juga disebut dengan diskriminasi harga tidak sempurna (Imperfect Price Discrimination) yaitu suatu diskriminasi harga di mana pihak pembeli yang membeli pada tingkat harga yang lebih mahal memang membeli dengan harga yang lebih mahal, tetapi bukan pada tingkat harga termahal yang mungkin diberikan, atau bukan kelompok pembeli yang mau membeli barang tersebut pada tingkat harga termahal.
g.      Diskriminasi harga secara langsung (Direct)
Diskriminasi ini yaitu suatu diskriminasi harga yang diberikan oleh seorang penjual kepada para pembeli di mana kelihatan dari harganya secara nominal memang berbeda terhadap satu pembeli dengan pembeli lainnya.
h.      Diskriminasi harga secara tidak  langsung
Sedangkan yang dimaksud dengan diskriminasi harga secara tidak langsung adalah suatu diskriminasi harga kepada para pembeli di mana harga nominalnya tetap sama.
3.    perjanjian jual rugi (Predatory Pricing)
Dalam UU no.5 tahun 1999 pasal 7, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga dibawah harga pasar yang dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat. Penetapan harga dibawah harga pasar atau penetapan harga dibawah harga marjinal (anti dumping) agar pesaingnya mengalami kerugian karena barang/jasanya tidak laku padahal harga barang sesuai dengan harga pasar.[12]
Di samping itu, apabila perjanjian yang yang menetapkan harga dibawah harga pasar ini tidak dilarang, maka pihak yang kurang kuat modalnya tentu tida sanggup menyainginya, karena harga tidak mungkin dilakukan. Biasanya pada gilirannya nanti, apabila pihak pesaing satu demi satu berguguran karena barangnya tidak laku, pihak yang membuat perjanjian tadi kembali menaikkan harga dengan sangat tinggi karena merasa tidak ada lagi persaingan. Dan, hal ini akan sangat merugikan konsumen.[13]
Melihat semua yang telah dikemukakan di atas merupakan perjanjian yang dilarang dalam undang-undang anti monopoli, karena bukan hanya akan merugikan pihak pesaing usahanya, namun jika kita lihat juga akan berakibat terhadap konsumen. Konsumen pada akhirnya akan dirugikan, karena itu tindakan seperti ini disebut persaingan usaha tidak sehat (pasal 7).[14]

4.    pengaturan harga jual kembali (Resale Price Maintenance)
Penetapan harga jual kembali dilarang oleh pasal 8 undang-undang Anti Monopoli. Yang dimaksudkan adalah bahwa seorang pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya bahwa pihak pembeli barang/jasa tersebut tidak akan menjual atau memasok barang/jasa tersebut di bawah harga yang telah ditetapkan bersama. Sebab mestinya, pihak pembeli bebas untuk menetapkan harga dari barang/jasa yang sudah dibelinya sesuai dengan permintaan dan penawaran yang ada di pasar.
Dalam artian bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lainnya yang mensyaratkan pihak penerima barang/jasa tidak akan menjual kembali barang/ jasa tersebut dengan harga lebih rendah dari harga yang ttelah di tetapkan bersama. Seharusnya pihak pembeli bebas untuk menetapkan harga dari barang/jasa yang sudah dibelinya, sesuai permintaan dan penawaran yang berlaku dipasar.
Perjanjian ini memuat sebuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau jasa tidak akan menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang telah diterimanya tersebut, dengan harga yang lenih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat (pasal 8).
Dalam hal perjanjian ini terjadi perbedaan dikalangan praktisi maupun akedimisi untuk menerapkan teori “per se illegal” atau teori “”rule of reson”. Namun dalam catalog yang dimuat KPPU menyatakan bahwa, substansi pengaturan terhadap praktik “penetapan harga jual kembali” ini yang ditetapkan menurut pasal 8 UU No. 5/1999, dengan pengaturan secara “rule of reason”. Artinya legal atau ilegalnya praktik penetapan harga jual kembali harus ditentukan oleh suatu pembuktian apakah praktik tersebut mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat atau tidak.[15]
Terdapat dua mcam penetapan harga jual kembali, yaitu:[16]
a.     penetapan harga secara maksium (Maximum Price Fixing)
Strategi penetapan harga ini biasanya diterapkan oleh produsen kepada distributor produk bersangkutan, yang bertujuan untuk mengontrol distributor untuk tidak menjual di atas harga maksimum yang ditawarkan. Mungkin saja konsumen tidak dirugikan dengan perjanjian ini, malah bisa untung karena yang diperjanjikan larang untuk menjual lebih mahal atau di atas harga maksimum. Yang diinginkan dari perjanjian ini adalah hasil yang diharapkan melalui strategi ini adalah terkendalinya harga yang bersaing, sampai pada tingkat penjualan eceran.
b.      penetapan harga secara minimum (Minimum Price Fixing)
Penetapan ini sering juga disebut Floor Price yakni, kesepakatan antarpelaku usaha di mana pembeli akan menjual kembali barang yang dibelinya pada harga yang tidak boleh dibawah harga yang ditentukan.
Strategi penetapan harga ini umumnya memiliki duatujuan utama,yakni: mempertahankan namabaik (goodwill) produsen atau merek tertentu dan untuk mencegah terjadinya persaingan tidak sehat pada level distributor. Produsen yang memiliki nama yang terkenal untuk produk tertentu pada pasar tertentu, akan berusaha untuk mempertahankan nama baiknya tidak hanya melalui kualitas dan rancangan barang yang diproduksinya akan tetapi juga pada hargayang ditetapkannya. Produk yang berkelas biasanya juga memiliki kelas harga yang relative tinggi yang harus dipertahankan untuk menjaga citra produsen.
Dengan kedua alasan pokok diatas, produsen biasanya menetapkan harga minimum untuk produk yang dihasilkan. Strategi ini selain dapat mengontrol bahwa produknya dijual pada tingkat harga yang sesuai dengan kelasnya,  juga untuk mencegah kemungkinan munculnya freerider.
Akan tetapi dipihak lain, strategi ini sesungguhnya mencegah persaingan antar distributor. Distributor yang dapat melakukan efisiensi tidak dapat menetapkan harga yang lebih rendah dari harga yang sudah ditetapkan oleh produsen, yang hasil akhirnya adalah konsumen akan membayar dengan harga relative tinggi (melebihi biaya marginal).






























BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Penetapan harga (price fixing) antarpelaku usaha dilarang oleh Pasal 5 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Penetapan harga secara bersama-sama di kalangan pelaku usaha ini akan menyebabkan tidak berlakunya hukum pasar tentang harga yang terbentuk dari adanya penawaran dan permintaan.
Penetapan harga dapat terjadi secara vertikal dan horizontal, dimana dianggap sebagai hambatan perdagangan (restraint of trade) karena membawa akibat buruk terhadap persaingan usaha (price competition). Jika penetapan harga dilakukan, kebebasan untuk menentukan harga secara independent menjadi berkurang.
Penyebab timbulnya penetapan harga oleh pelaku usaha adalah untuk menguasai pasar sehingga memperoleh laba yang jauh lebih tinggi dari apa yang seharusnya diperoleh atau dihasilkan, dimana produsen hanya menetapkan satu harga untuk semua konsumen sehingga terjadilah persaingan usaha yang tidak sehat.
Salah satunya adalah penyusunan pedoman pelaksanaan pasal-pasal dalam UU No 5 Tahun 1999 dengan tujuan memberikan pemahaman yang sama kepada stakeholder UU No 5 Tahun 1999.

B.     SARAN
Dalam menentukan penetapan harga, perusahaan  tidak hanya memperhatikan harga namun perlunya perhatian khusus mengenai faktor-faktor diluar harga yang mempengaruhi jumlah permintaan, situasi pasar secara global, prilaku konsumen, siklus kehidupan produk dll, sehingga strategi penetapan harga ini dapat terarah, efektif dan sesuai dengan tujuan perusahaan atas produk atau jasa yang di hasilkannya








DAFTAR PUSTAKA

Suhasril. Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat di Indonesia. (Bogor:Ghalia Indonesia. 2010).
Mustafa Kamal Rokan. Hukum Persaingan Usaha. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. 2010).
Fuadi, Munir. Hukum Anti Monopoli Menyongsong Era Persaingan Sehat. (Bandung:P.T. Citra Aditya Bakti.1999).
Wijaya, Gunawan. Seri Hukum Bisnis:Anti Monopoli. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. 2006).



[1] Suhasril. Hukum Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha tidak Sehat di Indonesia. (Bogor:Ghalia Indonesia.2010). Hal. 118

[2] Mustafa Kamal Rokan. Hukum Persaingan Usaha. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. 2010). Hal. 84

[3] Suhasril. hal. 119
[4]Ibid. hal. 60
[5] Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, Hal. 39.
[6] Suparmoko M. dkk, pokok-pokok ekonomi, BPFE-Yogyakarta,2000. Hal. 144
[7] Ayudha D. Prayoga dkk, Peran Lembaga Perdilan Dalam Menangani Persaingan Usaha, Jakarta hal. 84
[8] http://pratiwiitiwi.blogspot.com/2013/07/15.
[9] Richard G. Lipsey dkk, Ilmu Ekonomi Edisi Ketujuh jilid 2, PT Rineka Cipta, Jakarta, 1993, Hal. 233.
[10] Ibid halam 40
[11] Ayudha D. Prayoga dkk, Peran Lembaga Perdilan Dalam Menangani Persaingan Usaha, Jakarta hal. 84
[12] Fuadi, Munir. Hal. 59-60
[13] Ibid. hal. 60
[14] Wijaya, Gunawan. Seri Hukum Bisnis:Anti Monopoli. (Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada. 2006). hal. 24
[15] Suhasril. Hal. 122
[16] Mustafa, Kamal. Hal. 96-97

Komentar